ASESMEN LITERASI DASAR DI LOMBOK UTARA, 12-16 FEBRUARI 2022

ASESMEN LITERASI DASAR DI LOMBOK UTARA, 12-16 FEBRUARI 2022

Literasi dasar adalah penentu bagi para peserta didik untuk menjalani kehidupan dengan berbagai tantangan di depan.  Jika literasi tidak kuat sejak awal, maka akan berdampak terhadap kecakapan peserta didik di masa yang akan datang. Hasil studi menunjukkan, provinsi NTB masuk ke dalam lima provinsi di Indonesia yang angka buta aksaranya masih tinggi yakni mencapai 7,52 persen, tertinggi kedua setelah provinsi Papua. Begitu pula dengan masih rendahnya angka literasi dan numerasi yang harus diselesaikan secara bersama-sama oleh berbagai pihak. Berdasarkan data survey INOVASI tahun 2019, hanya 37 persen siswa sasaran SD/MI kelas 1-3 di NTB memahami apa yang dibacanya. Sementara itu di kabupaten Lombok Utara,  berdasarkan data dari Lombok Utara dalam Angka tahun 2021, terdapat 1679 guru SD di 5 (lima) kecamatan.  Sebagai kabupaten termuda di provinsi NTB, Lombok Utara masih berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan, terutama dalam hal pelayanan pendidikan dan akses ke pendidikan untuk semua anak. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, hingga saat ini kualitas hasil pembelajaran di bidang literasi masih rendah.

Program Lombok Bangkit yang dilaksanakan oleh Perkumpulan IOA di kabupaten Lombok Utara (KLU) sejak tahun 2020 berfokus pada program peningkatan kualitas 1500  guru dan kepala sekolah dasar. Tahun ini kami memulai program peningkatan kualitas literasi dasar di KLU. Kami bekerjasama dengan Sokola Institute dan mengawalinya dengan melakukan asesmen literasi dan akan dilanjutkan dengan pelatihan untuk guru kelas rendah.  Asesmen berlangsung pada tanggal 12-16 Februari 2022. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam dan FGD di Desa Akar-akar serta Dusun Dasan Gelumpang di wilayah Desa Andalan sebagai pelengkap data. Asesmen ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran persoalan pendidikan khususnya kemampuan literasi di Kecamatan Bayan dengan mengambil sampel Desa Akar-akar. Beberapa temuan kami :

Kondisi Guru:

  1. Sistem KKM yang tidak memungkinkan anak tinggal kelas meskipun belum mampu membaca dan menulis dengan baik.
  2. Soal evaluasi belajar yang dirancang di gugus yang harus seragam, sehingga sekolah tidak bisa membuat soal evaluasi belajar untuk siswanya sendiri.
  3. Beberapa guru tidak mengerti atau kesulitan berkomunikasi menggunakan Bahasa Sasak Bayan.
  4. Birokrasi (sertifikasi guru yang sulit, mutasi guru yang sangat sering)
  5. Administrasi (misal pengisian RKP, sehingga tidak fokus mengajar)
  6. Sarana-prasarana belajar (kekurangan ruang kelas, praktikum yang tidak ada alat dan bahannya di desa, dll).

Kondisi siswa:

  1. Siswa dianggap lambat belajar membaca, namun cepat mencontoh tulisan.
  2. Tidak semua siswa mengikuti PAUD sebelum sebelum SD, guru merasa mereka lebih lambat dari temannya yang mengikuti PAUD sebelum masuk SD.
  3. Minimnya kehadiran siswa, khususnya saat musim tanam, panen, dan saat upacara adat berlangsung, hal ini baik karena siswa terlibat dalam proses tanam, panen, maupun karena adat istiadat.
  4. Siswa dianggap kurang motivasi belajar di sekolah maupun di rumah.
  5. Siswa tidak mengulang pelajaran di rumah.
  6. Ada beberapa siswa yang dianggap berkebutuhan khusus.
  7. Banyak siswa yang tidak pernah sarapan di rumah sehingga tidak mampu berada di sekolah sampai siang hari, khususnya untuk kelas 1 – 3.
  8. Tempat tinggal siswa yang jauh dari sekolah 3-5 km, sehingga siswa tidak dapat tinggal terlalu lama, karena masih banyak siswa tidak memiliki bekal (uang atau makanan), sehingga harus segera pulang karena lapar.
  9. Beberapa siswa juga harus menjaga adik-adiknya

Keterlibatan orang tua:

  1. Orang tua dianggap kurang memiliki kesadaran pendidikan (misal karena membiarkan anak-anak tidak hadir di sekolah, tidak memberikan sarapan, tidak memberikan bekal atau uang jajan).
  2. Sebagian orang tua tidak bisa memahami Bahasa Indonesia formal.
  3. Beberapa orang tua tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis.
  4. Beberapa orang tua tidak memiliki pendidikan formal.
  5. Orang tua dianggap tidak membantu anak dalam mengulang pelajaran sekolah di rumah.
  6. Orang tua dianggap cukup emosional saat berkaitan dengan permasalahan anak di sekolah, khususnya dalam proses pendisiplinan yang dilakukan oleh guru.

Berdasarkan hasil asesmen ini, kegiatan berikutnya adalah pelatihan pengajaran literasi dasar dan pembelajaran kontekstual yang akan ditujukan untuk +/- 80 guru di SDN Akar Akar 1-7, kecamatan Bayan sebagai projek percontohan. Beberapa materi pelatihan di antaranya : Membangun pendidikan literasi yang dialogis, Metode etnografi praktis, Menyusun materi literasi kontekstual, Proses pembelajaran kontekstual, Pendidikan berbasis proyek, dll.

 

 

Spread the love

Leave a Comment

Your email address will not be published.